Kampung Naga merupakan sebuah kampung adat yang masih lestari. Masyarakatnya masih memegang adat tradisi nenek moyang mereka. Mereka menolak intervensi dari pihak luar jika hal itu mencampuri dan merusak kelestarian kampung tersebut. Namun, asal mula kampung ini sendiri tidak memiliki titik terang. Tak ada kejelasan sejarah, kapan dan siapa pendiri serta apa yang melatarbelakangi terbentuknya kampung dengan budaya yang masih kuat ini. Warga kampung Naga sendiri menyebut sejarah kampungnya dengan istilah "Pareum Obor". Pareum jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, yaitu mati, gelap. Dan obor itu sendiri berarti penerangan, cahaya, lampu. Jika diterjemahkan secara singkat yaitu, Matinya penerangan. Hal ini berkaitan dengan sejarah kampung naga itu sendiri. Mereka tidak mengetahui asal usul kampungnya. Masyarakat kampung naga menceritakan bahwa hal ini disebabkan oleh terbakarnya arsip/ sejarah mereka pada saat pembakaran kampung naga oleh Organisasi DI/TII Kartosoewiryo. Pada saat itu, DI/TII menginginkan terciptanya negara Islam di Indonesia. Kampung Naga yang saat itu lebih mendukung Soekarno dan kurang simpatik dengan niat Organisasi tersebut. Oleh karena itu, DI/TII yang tidak mendapatkan simpati warga Kampung Naga membumihanguskan perkampungan tersebut pada tahun 1956.
Adapun beberapa versi sejarah yang diceritakan oleh beberapa sumber
diantaranya, pada masa kewalian Syeh Syarif Hidayatullah atau Sunan
Gunung Jati, seorang abdinya yang bernama Singaparana ditugasi untuk
menyebarkan agama Islam ke sebelah Barat. Kemudian ia sampai ke daerah
Neglasari yang sekarang menjadi Desa Neglasari, Kecamatan Salawu,
Kabupaten Tasikmalaya. Di tempat tersebut, Singaparana oleh masyarakat
Kampung Naga disebut Sembah Dalem Singaparana. Suatu hari ia mendapat
ilapat atau petunjuk harus bersemedi. Dalam persemediannya Singaparana
mendapat petunjuk, bahwa ia harus mendiami satu tempat yang sekarang
disebut Kampung Naga. Namun masyarakat kampung Naga sendiri tidak
meyakini kebenaran versi sejarah tersebut, sebab karena adanya
"pareumeun obor" tadi.
Lokasi dan topografi
Kampung ini secara administratif berada di wilayah Desa Neglasari,Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat.
Lokasi Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan kota Garut dengan kota Tasikmalaya. Kampung ini berada di lembah yang subur, dengan batas wilayah, di sebelah Barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan keramat karena di dalam hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga. Di sebelah selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk, dan di sebelah utara dan timur dibatasi oleh Ci Wulan (Kali Wulan) yang sumber airnya berasal dari Gunung Cikuray di daerah Garut. Jarak tempuh dari kota Tasikmalaya ke Kampung Naga kurang lebih 30 kilometer, sedangkan dari kota Garut jaraknya 26 kilometer. Untuk menuju Kampung Naga dari arah jalan raya Garut-Tasikmalaya harus menuruni tangga yang sudah di tembok (Sunda : sengked) sampai ke tepi sungai Ciwulan dengan kemiringan sekitar 45 derajat dengan jarak kira-kira 500 meter. Kemudian melaluai jalan setapak menyusuri sungai Ciwulan sampai kedalam Kampung Naga.
Lokasi Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan kota Garut dengan kota Tasikmalaya. Kampung ini berada di lembah yang subur, dengan batas wilayah, di sebelah Barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan keramat karena di dalam hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga. Di sebelah selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk, dan di sebelah utara dan timur dibatasi oleh Ci Wulan (Kali Wulan) yang sumber airnya berasal dari Gunung Cikuray di daerah Garut. Jarak tempuh dari kota Tasikmalaya ke Kampung Naga kurang lebih 30 kilometer, sedangkan dari kota Garut jaraknya 26 kilometer. Untuk menuju Kampung Naga dari arah jalan raya Garut-Tasikmalaya harus menuruni tangga yang sudah di tembok (Sunda : sengked) sampai ke tepi sungai Ciwulan dengan kemiringan sekitar 45 derajat dengan jarak kira-kira 500 meter. Kemudian melaluai jalan setapak menyusuri sungai Ciwulan sampai kedalam Kampung Naga.
Menurut data dari Desa Neglasari, bentuk
permukaan tanah di Kampung Naga berupa perbukitan dengan produktivitas
tanah bisa dikatakan subur. Luas tanah Kampung Naga yang ada seluas satu
hektar setengah, sebagian besar digunakan untuk perumahan, pekarangan,
kolam, dan selebihnya digunakan untuk pertanian sawah yang dipanen satu
tahun dua kali.
Religi dan sistem pengetahuan
Penduduk Kampung Naga semuanya mengaku beragama Islam,
akan tetapi sebagaimana masyarakat adat lainnya mereka juga sangat taat
memegang adat-istiadat dan kepercayaan nenek moyangnya. Artinya,
walaupun mereka menyatakan memeluk agama Islam, syariat Islam yang
mereka jalankan agak berbeda dengan pemeluk agama Islam lainnya. Bagi
masyarakat Kampung Naga dalam menjalankan agamanya sangat patuh pada
warisan nenek moyang. Umpanya sembahyang lima waktu: Subuh, Duhur,
Asyar, Mahrib, dan salat Isa, hanya dilakukan pada hari Jumat. Pada
hari-hari lain mereka tidak melaksanakan sembahyang lima waktu.
Pengajaran mengaji bagi anak-anak di Kampung Naga dilaksanakan pada
malam Senin dan malam Kamis, sedangkan pengajian bagi orang tua
dilaksanakan pada malam Jumat. Dalam menunaikan rukun Islam yang kelima
atau ibadah Haji, mereka beranggapan tidak perlu jauh-jauh pergi ke
Tanah Suci Mekkah, namun cukup dengan menjalankan upacara Hajat Sasih yang waktunya bertepatan dengan Hari Raya Haji yaitu setiap tanggal 10 Rayagung (Dzulhijjah). Upacara Hajat Sasih ini menurut kepercayaan masyarakat Kampung Naga sama dengan Hari RayaIdul Adha dan Hari Raya Idul Fitri.
Menurut kepercayaan masyarakat Kampung
Naga, dengan menjalankan adat-istiadat warisan nenek moyang berarti
menghormati para leluhur atau karuhun. Segala sesuatu yang datangnya
bukan dari ajaran karuhun Kampung Naga, dan sesuatu yang tidak dilakukan
karuhunnya dianggap sesuatu yang tabu. Apabila hal-hal tersebut
dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga berarti melanggar adat, tidak
menghormati karuhun, hal ini pasti akan menimbulkan malapetaka.
Kepercayaan masyarakat Kampung Naga kepada mahluk halus masih dipegang kuat. Percaya adanya jurig cai, yaitu mahluk halus yang menempati air atau sungai terutama bagian sungai yang dalam ("leuwi"). Kemudian "ririwa" yaitu mahluk halus yang senang mengganggu atau menakut-nakuti manusia pada malam hari, ada pula yang disebut "kunti anak" yaitu
mahluk halus yang berasal dari perempuan hamil yang meninggal dunia, ia
suka mengganggu wanita yang sedang atau akan melahirkan. Sedangkan
tempat-tempat yang dijadikan tempat tinggal mahluk halus tersebut oleh
masyarakat Kampung Naga disebut sebagai tempat yang angker atau sanget. Demikian juga tempat-tempat seperti makam Sembah Eyang Singaparna, Bumi ageung dan masjid merupakan tempat yang dipandang suci bagi masyarakat Kampung Naga.
Tabu, pantangan atau pamali bagi
masyarakat Kampung Naga masih dilaksanakan dengan patuh khususnya dalam
kehidupan sehari-hari, terutama yang berkenaan dengan aktivitas
kehidupannya.pantangan atau pamali merupakan ketentuan hukum yang tidak
tertulis yang mereka junjung tinggi dan dipatuhi oleh setiap orang.
Misalnya tata cara membangun dan bentuk rumah, letak, arah rumah,pakaian
upacara, kesenian, dan sebagainya.
Bentuk rumah masyarakat Kampung Naga
harus panggung, bahan rumah dari bambu dan kayu. Atap rumah harus dari
daun nipah, ijuk, atau alang-alang, lantai rumah harus terbuat dari
bambu atau papan kayu. Rumah harus menghadap kesebelah utara atau ke
sebelah selatan dengan memanjang kearah Barat-Timur. Dinding rumah dari
bilik atau anyaman bambu dengan anyaman sasag. Rumah tidak boleh dicat,
kecuali dikapur atau dimeni. Bahan rumah tidak boleh menggunakan tembok,
walaupun mampu membuat rumah tembok atau gedung (gedong).
Rumah tidak boleh dilengkapi dengan
perabotan, misalnya kursi, meja, dan tempat tidur. Rumah tidak boleh
mempunyai daun pintu di dua arah berlawanan. Karena menurut anggapan
masyarakat Kampung Naga, rizki yang masuk kedalam rumah melaui pintu
depan tidak akan keluar melalui pintu belakang. Untuk itu dalam memasang
daun pintu, mereka selalu menghindari memasang daun pintu yang sejajar
dalam satu garis lurus.
Di bidang kesenian masyarakat Kampung
Naga mempunyai pantangan atau tabu mengadakan pertunjukan jenis kesenian
dari luar Kampung Naga seperti wayang golek, dangdut, pencak silat, dan
kesenian yang lain yang mempergunakan waditra goong. Sedangkan kesenian
yang merupakan warisan leluhur masyarakat Kampung Naga adalah
terbangan, angklung, beluk, dan rengkong. Kesenian beluk kini sudah
jarang dilakukan, sedangkan kesenian rengkong sudah tidak dikenal lagi
terutama oleh kalangan generasi muda. Namun bagi masyarakat Kampung Naga
yang hendak menonton kesenian wayang, pencak silat, dan sebagainya diperbolehkan kesenian tersebut dipertunjukan di luar wilayah Kampung Naga.
Adapu pantangan atau tabu yang lainnya
yaitu pada hari Selasa, Rabu, dan Sabtu. Masyarakat kampung Naga
dilarang membicarakan soal adat-istiadat dan asal-usul kampung Naga.
Masyarakat Kampung Naga sangat menghormati Eyang Sembah Singaparna yang
merupakan cikal bakal masyarakat Kampung Naga. Sementara itu, di
Tasikmalaya ada sebuah tempat yang bernama Singaparna, Masyarakat Kampung Naga menyebutnya nama tersebut Galunggung, karena kata Singaparna berdekatan dengan Singaparna nama leluhur masyarakat Kampung Naga.
Sistem kepercayaan masyarakat Kampung
Naga terhadap ruang terwujud pada kepercayaan bahwa ruang atau
tempat-tempat yang memiliki batas-batas tertentu dikuasai oleh
kekuatan-kekuatan tertentu pula. Tempat atau daerah yang mempunyai batas
dengan kategori yang berbeda seperti batas sungai, batas antara
pekarangan rumah bagian depan dengan jalan, tempat antara pesawahan
dengan selokan, tempat air mulai masuk atau disebut dengan huluwotan,
tempat-tempat lereng bukit, tempat antara perkampungan dengan hutan, dan
sebagainya, merupakan tempat-tempat yang didiami oleh kekuatan-kekuatan
tertentu. Daerah yang memiliki batas-batas tertentu tersebut didiami
mahluk-mahluk halus dan dianggap angker atau sanget. Itulah sebabnya di
daerah itu masyarakat Kampung Naga suka menyimpan "sasajen" (sesaji).
Kepercayaan masyarakat Kampung Naga
terhadap waktu terwujud pada kepercayaan mereka akan apa yang disebut
palintangan. Pada saat-saat tertentu ada bulan atau waktu yang dianggap
buruk, pantangan atau tabu untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang
amat penting seperti membangun rumah, perkawinan, hitanan, dan upacara
adat. Waktu yang dianggap tabu tersebut disebut larangan bulan. Larangan
bulan jatuhnya pada bulan sapar dan bulan Rhamadhan. Pada bulan-bulan
tersebut dilarang atau tabu mengadakan upacara karena hal itu bertepatan
dengan upacara menyepi. Selain itu perhitungan menentukan hari baik
didasarkan kepada hari-hari naas yang ada dalam setiap bulannya, seperti
yang tercantum dibawah ini:
- Muharam (Muharram) hari Sabtu-Minggu tanggal 11,14
- Sapar (Safar) hari Sabtu-Minggu tanggal 1,20
- Maulud hari (Rabiul Tsani)Sabtu-Minggu tanggal 1,15
- Silih Mulud (Rabi'ul Tsani) hari Senin-Selasa tanggal 10,14
- Jumalid Awal (Jumadil Awwal)hari Senin-Selasa tanggal 10,20
- Jumalid Akhir (Jumadil Tsani)hari Senin-Selasa tanggal 10,14
- Rajab hari (Rajab) Rabu-Kamis tanggal 12,13
- Rewah hari (Sya'ban) Rabu-Kamis tanggal 19,20
- Puasa/Ramadhan (Ramadhan)hari Rabu-Kamis tanggal 9,11
- Syawal (Syawal) hari Jumat tanggal 10,11
- Hapit (Dzulqaidah) hari Jumat tanggal 2,12
- Rayagung (Dzulhijjah) hari Jumat tanggal 6,20
Pada hari-hari dan tanggal-tanggal
tersebut tabu menyelenggarakan pesta atau upacara-upacara perkawinan,
atau khitanan. Upacara perkawinan boleh dilaksanakan bertepatan dengan
hari-hari dilaksanakannya upacara menyepi. Selain perhitungan untuk
menentukan hari baik untuk memulai suatu pekerjaan seperti upacara
perkawinan, khitanan, mendirikan rumah, dan lain-lain, didasarkan kepada
hari-hari naas yang terdapat pada setiap bulannya.
Upacara Adat di Kampung Naga
Upacara-upacara
yang senantiasa dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga ialah Upacara
Menyepi, Upacara Hajat Sasih, dan Upacara Perkawinan.
Menyepi
Upacara
menyepi dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga pada hari selasa, rabu,
dan hari sabtu. Upacara ini menurut pandangan masyarakat Kampung Naga
sangat penting dan wajib dilaksanakan, tanpa kecuali baik laki-laki
maupun perempuan. Oleh sebab itu jika ada upacara tersebut di undurkan
atau dipercepat waktu pelaksanaannya. Pelaksanaan upacara menyepi
diserahkan pada masing-masing orang, karena pada dasarnya merupakan
usaha menghindari pembicaraan tentang segala sesuatu yang berkaitan
dengan adat istiadat. Melihat kepatuhan warga Naga terhadap aturan adat,
selain karena penghormatan kepada leluhurnya juga untuk menjaga amanat
dan wasiat yang bila dilanggar dikuatirkan akan menimbulkan malapetaka.
Hajat Sasih
Upacara Hajat Sasih dilaksanakan oleh
seluruh warga adat Sa-Naga, baik yang bertempat tinggal di Kampung Naga
maupun di luar Kampung Naga. Maksud dan tujuan dari upacara ini adalah
untuk memohon berkah dan keselamatan kepada leluhur Kampung Naga, Eyang Singaparna serta
menyatakan rasa syukur kepada Tuhan yang mahaesa atas segala nikmat
yang telah diberikannya kepada warga sebagai umat-Nya.
Upacara Hajat Sasih diselenggarakan pada bulan-bulan dengan tanggal-tanggal sebagai berikut:
- Bulan Muharam (Muharram) pada tanggal 26, 27, 28
- Bulan Maulud (Rabiul Awal) pada tanggal 12, 13, 14
- Bulan Rewah (Sya'ban) pada tanggal 16, 17, 18
- Bulan Syawal (Syawal) pada tanggal 14, 15, 16
- Bulan Rayagung (Dzulkaidah) pada tanggal 10, 11, 12
Pemilihan tanggal dan bulan untuk pelaksanaan upacara Hajat Sasih sengaja dilakukan bertepatan dengan hari-hari besar agamaIslam.
Penyesuaian waktu tersebut bertujuan agar keduanya dapat dilaksanakan
sekaligus, sehingga ketentuan adat dan akidah agama islam dapat
dijalankan secara harmonis.
Upacara Hajat Sasih merupakan upacara
ziarah dan membersihkan makam. Sebelumnya para peserta upacara harus
melaksanakan beberapa tahap upacara. Mereka harus mandi dan membersihkan
diri dari segala kotoran di sungai Ciwulan.
Upacara ini disebut beberesih atau susuci. Selesai mandi mereka
berwudlu di tempat itu juga kemudian mengenakan pakaian khusus. Secara
teratur mereka berjalan menuju mesjid. Sebelum masuk mereka mencuci kaki
terlabih dahulu dan masuk kedalam sembari menganggukan kepala dan
mengangkat kedua belah tangan. Hal itu dilakukan sebagai tanda
penghormatan dan merendahkan diri, karena mesjid merupakantempat
beribadah dan suci. Kemudian masing-masing mengambil sapu lidi yang
telah tersedia di sana dan duduk sambil memegang sapu lidi tersebut.
Adapun kuncen, lebe, dan punduh / Tua kampung selesai mandi kemudian berwudlu dan mengenakan pakaian upacara mereka tidak menuju ke mesjid, melainkan ke Bumi Ageung.
Di Bumi Ageung ini mereka menyiapkan lamareun dan parukuyan untuk nanti
di bawa ke makam. Setelah siap kemudian mereka keluar. Lebe membawa
lamareun dan punduh membawa parukuyan menuju makam. Para peserta yang
berada di dalam mesjid keluar dan mengikuti kuncen, lebe, dan punduh
satu persatu. Mereka berjalan beriringan sambil masing-masing membawa
sapu lidi. Ketika melewati pintu gerbang makam yang di tandai oleh batu
besar, masing-masing peserta menundukan kepala sebagai penghormatan
kepada makam Eyang Singaparna.
Setibanya di makam selain kuncen tidak
ada yang masuk ke dalamnya. Adapun Lebe dan Punduh setelah menyerahkan
lamareun dan parakuyan kepada kuncen kemudian keluar lagi tinggal
bersama para peserta upacara yang lain. Kuncen membakar kemenyan untuk
unjuk-unjuk (meminta izin ) kepada Eyang Singaparna. Ia melakukan
unjuk-unjuk sambil menghadap kesebelah barat, kearah makam. Arah barat
artinya menunjuk ke arah kiblat. Setelah kuncen melakukan unjuk-unjuk,
kemudian ia mempersilahkan para peserta memulai membersihkan makam
keramat bersama-sama. Setelah membersihkan makam, kuncen dan para
peserta duduk bersila mengelilingi makam. Masing-masing berdoa dalam
hati untukmemohon keselamatan, kesejahteraan, dan kehendak masing-masing
peserta. Setelah itu kuncen mempersilakan Lebe untuk memimpin pembacaan
ayat-ayat Suci Al-Quran dan diakhri dengan doa bersama.
Selesai berdoa, para peserta secara
bergiliran bersalaman dengan kuncen. Mereka menghampiri kuncen dengan
cara berjalan ngengsod. Setelah bersalaman para peserta keluar dari
makam, diikuti oleh punduh, lebe dan kuncen. Parukuyan dan sapu lidi
disimpan di "para" mesjid. Sebelum disimpan sapu lidi tersebut dicuci
oleh masing-masing peserta upacara di sungai Ciwulan, sedangkan lemareun
disimpan diBumi Ageung.
Acara selnjutnya diadakan di mesjid.
Setelah para peserta upacara masuk dan duduk di dalam mesjid, kemudian
datanglah seorang wanita yang disebut patunggon sambil membawa air di
dalam kendi, kemudian memberikannya kepada kuncen. Wanita lain datang
membawa nasi tumpeng dan meletakannya ditengah-tengah. Setelah wanita
tersebut keluar, barulah kuncen berkumur-kumur dengan air kendi dan
membakar dengan kemenyan. Ia mengucapkan Ijab kabul sebagai pembukaan.
Selanjutnya lebe membacakan doanya setelah ia berkumur-kumur terlebih
dahulu dengan air yang sama dari kendi. Pembacaan doa diakhiri dengan
ucapan amin dan pembacaan Al-fatihah. Maka berakhirlah pesta upacara
Hajat Sasih tersebut. Usai upacara dilanjutkan dengan makan nasi tumpeng
bersama-sama. Nasi tumpeng ini ada yang langsung dimakan di mesjid, ada
pula yang dibawa pulang kerumah untuk dimakan bersama keluarga mereka.
Perkawinan
Upacara
perkawinan bagi masyarakat Kampung Naga adalah upacara yang dilakukan
setelah selesainya akad nikah. adapun tahap-tahap upacara tersebut
adalah sebagai berikut: upacarasawer, nincak endog (menginjak telur), buka pintu, ngariung(berkumpul), ngamparmunjungan. (berhamparan), dan diakhiri dengan
Upacara sawer dilakukan selesai akad
nikah, pasangan pengantin dibawa ketempat panyaweran, tepat di muka
pintu. mereka dipayungi dan tukang sawer berdiri di hadapan kedua
pengantin. panyawer mengucapkan ijab kabul, dilanjutkan dengan
melantunkan syair sawer. ketika melantunkan syair sawer, penyawer
menyelinginya dengan menaburkan beras, irisan kunir, dan uang logam ke
arah pengantin. Anak-anak yang bergerombol di belakang pengantin saling
berebut memungut uang sawer. isi syair sawer berupa nasihat kepada
pasangan pengantin baru.
Usai upacara sawer dilanjutkan dengan upacara nincak endog. endog (telur) disimpan di atas golodog dan
mempelai laki-laki menginjaknya. Kemudian mempelai perempuan mencuci
kaki mempelai laki-laki dengan air kendi. Setelah itu mempelai perempuan
masuk ke dalam rumah, sedangkan mempelai laki-laki berdiri di muka
pintu untuk melaksanakan upacara buka pintu. Dalam upacara buka pintu
terjadi tanya jawab antara kedua mempelai yang diwakili oleh
masing-masing pendampingnya dengan cara dilagukan. Sebagai pembuka
mempelai laki-laki mengucapkan salam 'Assalammu'alaikum Wr. Wb.' yang
kemudian dijawab oleh mempelai perempuan 'Wassalamu'alaikum Wr. Wb.'
setelah tanya jawab selesai pintu pun dibuka dan selesailah upacara buka
pintu.
Setelah upacara buka pintu dilaksanakan,
dilanjutkan dengan upacara ngampar, dan munjungan. Ketiga upacara
terakhir ini hanya ada di masyarakat Kampung Naga. Upacara riungan
adalah upacara yang hanya dihadiri oleh orang tua kedua mempelai,
kerabat dekat, sesepuh, dan kuncen. Adapun kedua mempelai duduk
berhadapan, setelah semua peserta hadir, kasur yang akan dipakai
pengantin diletakan di depan kuncen. Kuncen mengucapakan kata-kata
pembukaan dilanjutkan dengan pembacaan doa sambil membakar kemenyan.
Kasur kemudian di angkat oleh beberapa orang tepat diatas asap kemenyan.
Usai acara tersebut dilanjutkan dengan
acara munjungan. kedua mempelai bersujud sungkem kepada kedua orang tua
mereka, sesepuh, kerabat dekat, dan kuncen.
Akhirnya selesailah rangkaian upacara
perkawinan di atas. Sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada para
undangan, tuan rumah membagikan makanan kepada mereka. Masing-masing
mendapatkan boboko (bakul) yang berisi nasi dengan lauk pauknya dan rigen yang berisi opak, wajit, rengginang, dan pisang.
Beberapa hari setelah perkawinan, kedua
mempelai wajib berkunjung kepada saudara-saudaranya, baik dari pihak
laki-laki maupun dari pihak perempuan. Maksudnya untuk menyampaikan
ucapan terima kasih atas bantuan mereka selama acara perkawinan yang
telah lalu. Biasanya sambil berkunjung kedua mempelai membawa nasi
dengan lauk pauknya. Usai beramah tamah, ketika kedua mempelai
berpamitan akan pulang, maka pihak keluarga yang dikunjungi memberikan
hadiah seperti peralatan untuk keperluan rumah tangga mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar